Bibit sawit unggul merupakan material tanaman yang bisa diacungkan jempol hingga saat ini. Selain hasilnya yang optimal, juga sering mendapatkan potongan yang terbilang kecil di Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila kita menanam bibit unggul, akan diulas pada beberapa sub judul berikut.
Pernah dahulu, Menteri Pertanian mengecam aksi para oknum yang menyebarkan atau memperdagangkan benih kelaap sawit palsu di Sumatera Barat yang telah di tanam pada lahan yang luasnya ratusan ribu hektar.
Hal ini akan memberikan dampak buruk bagi ekonomi dan lingkungan, mengapa kami katakan demikian? karena dengan luasan yang sudah ratusan ribu hektar tersebut, menghasilkan produksi TBS yang tidak berkualitas, yakni hanya menghasilkan berat dari pada CPO.
Sementara itu, potensi dan kemampuan suatu areal ditentukan berdasarkan rasio produksi CPO dengan luas lahan yang telah dieksploitasi untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit. Dengan kita menggunakan bibit palsu, maka asumsi yang beredar adalah bahwa potensi kelapa sawit di Indonesia sangat kecil.
Banyak memang faktor yang mempengaruhi potensi produktivitas perkebunan kelapa sawit, tetapi pada artikel kali ini kami ingin membahasnya pada bidang bibit atau benih kelapa sawit.
Dampak Tidak Menanam Bibit Unggul
Apa dampak yang ditimbulkan apabila kita menggunakan bibit palsu? berikut ini ulasan yang kami rangkum dari Gamar Institute:
Pembuahan Cenderung Lambat
Tanaman kelapa sawit yang tumbuh dari hasil kecambah yang sembarangan (bukan bibit unggul) memiliki kecendrungan mulai berbuah lebih lambat, yaitu berkisar 48 bulan. Sementara, untuk varietas yang dipeorleh dari persilangan Dura dan Pesifera (DxP) memulai pembuahan yang normal pada usia 36 bulan setelah tanam.
Namun pada beberapa daerah di Indonesia, terdapat bibit sembarangan yang tidak berbuah dan baru mulai berbuah pada usia 6 tahun setelah tanam. Hal yang lebih parah adalah jika petani mendapatkan bibit dari jenis Pesifiera, karena cenderung tidak berbuah karena pada umumnya hanya menghasilkan bunga jantan.
Produktivitas Rendah
Penyebab dari produktivitas TBS yang rendah karena bibit unggul yang diperjual belikan, tidak dilakukan seleksi sehingga kemungkinan diperoleh adalah 25% Dura dan 75% Pesifera atau sebaliknya. Sehingga dapat diasumsikan, potensi produksi dari tanaman dari bibit abal-abal hanya mampu mencapai maksimal 20 ton/Ha/tahun.
Berbeda halnya dengan bibit unggul, potensi produksi mampu berkisar 25-35 ton/Ha/tahun dan mulai stabil di atas 25 ton/Ha/tahun pada usia 10-20 tahun. Dengan berat rata-rata janjangan 15-22,5 Kg/tandan bahkan mampu mencapai 50 Kg/tandan.
Proses Pengelolaan Tidak Efisien
Pengelolaan yang tidak efisien terletak pada pengolahan TBS di Pabrik Kelapa Sawit (PKS), biasanya populasi tanaman kelapa sawit yang berasal dari bibit abal-abal menghasilkan buah jenis Dura. Kita tahu bahwa mesocarp dari buah Dura ini lebih tebal dari pada Tenera (bibit unggul).
PKS yang terdapat di Indonesia saat ini, kebanyakan di desain untuk optimal dalam mengolah buah Tenera. Selain itu, adanya buah dura, akan menurunkan rendemen CPO karena sebenarnya, buah dura hanya mampu menghasilkan CPO berkisar 18-19,5%. Sementara untuk jenis buah Tenera mampu 23%.
Berdampak pada Penurunan Pendapatan
Mengingat pada potensi produksi yang renda, hal ini akan berdampak pada rendahnya pendapatan dari hasil penjualan TBS. Bahkan apabila Anda menjual TBS tersebut ke PKS, tentu mendapatkan potongan harga yang jauh lebih besar dari pada buah Tenera.
Bibit sawit unggul merupakan material tanaman yang bisa diacungkan jempol hingga saat ini. Selain hasilnya yang optimal, juga sering mendapatkan potongan yang terbilang kecil di Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila kita menanam bibit unggul, akan diulas pada beberapa sub judul berikut.
Pernah dahulu, Menteri Pertanian mengecam aksi para oknum yang menyebarkan atau memperdagangkan benih kelaap sawit palsu di Sumatera Barat yang telah di tanam pada lahan yang luasnya ratusan ribu hektar.
Hal ini akan memberikan dampak buruk bagi ekonomi dan lingkungan, mengapa kami katakan demikian? karena dengan luasan yang sudah ratusan ribu hektar tersebut, menghasilkan produksi TBS yang tidak berkualitas, yakni hanya menghasilkan berat dari pada CPO.
Sementara itu, potensi dan kemampuan suatu areal ditentukan berdasarkan rasio produksi CPO dengan luas lahan yang telah dieksploitasi untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit. Dengan kita menggunakan bibit palsu, maka asumsi yang beredar adalah bahwa potensi kelapa sawit di Indonesia sangat kecil.
Banyak memang faktor yang mempengaruhi potensi produktivitas perkebunan kelapa sawit, tetapi pada artikel kali ini kami ingin membahasnya pada bidang bibit atau benih kelapa sawit.
Dampak Tidak Menanam Bibit Unggul
Apa dampak yang ditimbulkan apabila kita menggunakan bibit palsu? berikut ini ulasan yang kami rangkum dari Gamar Institute:
Pembuahan Cenderung Lambat
Tanaman kelapa sawit yang tumbuh dari hasil kecambah yang sembarangan (bukan bibit unggul) memiliki kecendrungan mulai berbuah lebih lambat, yaitu berkisar 48 bulan. Sementara, untuk varietas yang dipeorleh dari persilangan Dura dan Pesifera (DxP) memulai pembuahan yang normal pada usia 36 bulan setelah tanam.
Namun pada beberapa daerah di Indonesia, terdapat bibit sembarangan yang tidak berbuah dan baru mulai berbuah pada usia 6 tahun setelah tanam. Hal yang lebih parah adalah jika petani mendapatkan bibit dari jenis Pesifiera, karena cenderung tidak berbuah karena pada umumnya hanya menghasilkan bunga jantan.
Produktivitas Rendah
Penyebab dari produktivitas TBS yang rendah karena bibit unggul yang diperjual belikan, tidak dilakukan seleksi sehingga kemungkinan diperoleh adalah 25% Dura dan 75% Pesifera atau sebaliknya. Sehingga dapat diasumsikan, potensi produksi dari tanaman dari bibit abal-abal hanya mampu mencapai maksimal 20 ton/Ha/tahun.
Berbeda halnya dengan bibit unggul, potensi produksi mampu berkisar 25-35 ton/Ha/tahun dan mulai stabil di atas 25 ton/Ha/tahun pada usia 10-20 tahun. Dengan berat rata-rata janjangan 15-22,5 Kg/tandan bahkan mampu mencapai 50 Kg/tandan.
Proses Pengelolaan Tidak Efisien
Pengelolaan yang tidak efisien terletak pada pengolahan TBS di Pabrik Kelapa Sawit (PKS), biasanya populasi tanaman kelapa sawit yang berasal dari bibit abal-abal menghasilkan buah jenis Dura. Kita tahu bahwa mesocarp dari buah Dura ini lebih tebal dari pada Tenera (bibit unggul).
PKS yang terdapat di Indonesia saat ini, kebanyakan di desain untuk optimal dalam mengolah buah Tenera. Selain itu, adanya buah dura, akan menurunkan rendemen CPO karena sebenarnya, buah dura hanya mampu menghasilkan CPO berkisar 18-19,5%. Sementara untuk jenis buah Tenera mampu 23%.
Berdampak pada Penurunan Pendapatan
Mengingat pada potensi produksi yang renda, hal ini akan berdampak pada rendahnya pendapatan dari hasil penjualan TBS. Bahkan apabila Anda menjual TBS tersebut ke PKS, tentu mendapatkan potongan harga yang jauh lebih besar dari pada buah Tenera.
Tidak hanya berdampak pada kerugian finansial, tetapi juga berdampak pada kerugian waktu. Mengapa saya katakan demikian, karena kemampuan berbuah yang cenderung lebih lama yang bisa mencapai waktu 6 tahun baru bisa berbuah normal.
Respon Pupuk Yang Rendah
Tahukah teman-teman bahwa tanaman yang diperoleh sembarangan, ternyata memiliki respon yang kurang maksimal pada saat diberikan pupuk. Maksud dari kurang respon disini adalah jumlah pupuk yang diberikan tidak memberikan respon yang signifikan terhadap kenaikan jumlah tandan.